Setiap hari kita dihadapkan pada manifestasi manipulasi. Manusia modern adalah manipulator, siapapun dia, penjual sayur yang meyakinkan kita bahwa sayur paling enak dan segar, atau public figure yang cekatan meyakinkan massa.
Manipulasi bisa menjadi ciri kepribadian karena, mungkin, beberapa jenis kekurangan dalam pengasuhan; penyembunyian motif juga didorong oleh tidak etis dan tidak dapat diterimanya mereka di masyarakat. Banyak transaksi komersial terlibat dalam manipulasi. Seringkali, manipulasi bersifat seksual untuk tunduk pada kehendak pasangan yang diinginkan. Seringkali, karakteristik perilaku manipulator dikaitkan dengan gangguan mental.
Korban seorang manipulator biasanya menjadi orang yang naif, memiliki sedikit pengalaman hidup, atau sangat bermoral, dirinya dibimbing dalam tindakannya oleh nilai-nilai moral. Terkadang sifat karakter tertentu membuat orang menyerah pada manipulasi - kepatuhan, keragu-raguan, konformisme. "Kelompok risiko" berkembang dengan mengorbankan orang-orang yang menderita trauma mental, berada dalam situasi yang sulit, menderita penyakit somatik, orang tua.
Penangkal efektif terhadap manipulasi dapat dicapai, misalnya, melalui kepercayaan yang lebih besar pada diri sendiri, pada perasaan dan kesan seseorang. Jika, untuk semua kejujuran manipulator yang mencolok, untuk semua alasan yang meyakinkan bahwa dia dapat membantu, calon korban tetap memiliki perasaan canggung dan tidak nyaman, dia tentu harus memikirkannya - apakah mereka mencoba memanipulasinya?
Manipulator yang terekspos dan terekspos sendiri dapat menjadi objek manipulasi - sekarang oleh korban yang gagal.
